Anak Bayi Lumpuh dan Mati

0 Comments

Jadi di sinilah akhirnya kita sekarang, sebuah dunia yang masih belum menarik untuk ditinggali dengan leluasa. Ketika sempat kita memiliki harapan secercah sinar yang dititipkan bersama kesediaan kita memilih sendiri pengatur urusan bangsa ini, tidak lama kemudian kita sudah dihantui kekhawatiran akan masa depan yang buruk, kejahatan yang meluas, bencana alam, permusuhan, keterpurukan bangsa. Dan akhir-akhir ini anak-anak yang lumpuh dan mati bayi bahkan hadir menjadi kenyataan yang tidak bisa dibantah dengan sebuah kata “kecelakaan”.
Memang bahwa itu semua sekarang tidak terhindarkan lagi, karena senyatanya hadir di alam kita, di bumi nusantara kita. Tetapi sebagai bangsa yang beradab dan luhur, bangsa yang memiliki pencapaian kemajuan yang tinggi dan diakui dunia di masa-masa lampau, apakah masih layak kita mengatakan semua itu sebagai “kecelakaan?”
Apalah lagi bila para pembesar itu dengan ringannya mengatakan bahwa semua itu bukanlah tanggungjawab negara, bukan tanggungjawab departemen yang dia pimpin. “Semoga Allah mengampuni Alwi Shihab yang lalai. Semoga Allah segera memberikan kepada Alwi Shihab yang lalai, sebuah peringatan yang nyata agar ia menjadi ingat kembali.” Semoga Allah mengampuni kita semua atas ketidakpedulian kita yang sedemikian parah ini.
Teranglah bahwa kemiskinan rakyat dan “kecelakaan” di dalamnya adalah sebuah bentuk kelalaian negara dalam mengurusi rakyatnya. Secara terang di amanatkan dalam konstitusi negara ini bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar ada dalam pemeliharaan negara. Masihkah hendak diingkari kesepakatan yang sedemikian jelas itu? Masihkah layak negara ini menganggap dirinya ada kalau melalaikan kesepakatan pendiriannya sendiri? Masihkah layak orang-orang berjas berdasi yang mengaku menteri dan memiliki segala macam kekuasaan itu mengatasnamakan dirinya pemerintah? Menteri? Departemen Pengurusan Rakyat? Kalau terang-terangan melanggar konstitusinya sendiri? Tidakkah mereka itu pembangkang negara yang paling nyata?
Barangkali sudah selayaknya mereka itu diganti oleh orang-orang yang lebih bersih dan mulia, orang-orang yang memiliki ilmu yang dalam dan keikhlasan yang kuat. Orang-orang yang benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat banyak dari pada kepentingannya sendiri, kepentingan golongannya sendiri, atau kepentingan partainya sendiri. Meski orang-orang seperti itu memang sangat sulit ditemukannya, akan tetapi negeri ini benar-benar membutuhkan orang-orang mulia itu untuk hadir dan mengajukan diri di muka.
Sudah bukan waktunya lagi bagi orang-orang terbaik negeri ini menyembunyikan dirinya di rumah-rumah ibadat, masjid-masjid, gereja-gereja, vihara-vihara, pure-pure, atau gua-gua asketis dan menjauhkan diri dari orang banyak. Sudah bukan waktunya lagi orang-orang mulia negeri ini sekedar berbicara di ruang-ruang khotbah. Sekaranglah waktunya para imam, ulama, pendeta, uskup, rahib, bhiksu, untuk terjun langsung di tengah-tengah rakyat, di tengah-tengah dunia yang sesungguhnya dan memimpin bangsa ini menjadi lebih baik.
Wahai, orang-orang mulia, jangan biarkan negeri ini dipimpin para penjahat. Orang-orang yang cenderung melakukan kerusakan seraya mengatakan kepada orang banyak bahwa apa yang mereka lalukan itu tidak lain adalah sebuah kebaikan yang bertujuan untuk kemuliaan. Jangan biarkan negeri ini menjadi negeri para penjahat, di mana orang-orang yang berbuat jahat dilindungi dan dibenarkan sedangkan orang-orang yang berbuat baik diancam, dianiaya dan dipersalahkan.
Barangkali kita perlu menyisihkan sedikit waktu merenungkan kembali pesan-pesan mulia berikut ini.
Janganlah kamu adakan tuhan di samping Allah agar kamu tidak menjadi tercela dan ditinggalkan. Dan Tuhanmu telah menetapkan supaya janganlah kamu menyembah kecuali kepadaNya dan terhadap kedua ibu bapakmu berbuat baiklah. Pabila dalam pemeliharanmu salah satu di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut, maka janganlah kamu mengatakan kepada mereka perkataan meremehkan dan janganlah kamu membentak mereka dan katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan dengan kasih sayangmu berendah dirilah bersimpuh terhadap mereka dan ucapkanlah ‘Ya, Tuhanku, rahmatilah mereka berdua sebagaimana mereka mengasuh aku semasa kecil.’ Tuhanmu mengetahui terhadap apa yang berada di dalam jiwamu. Jika kamu menjadi orang saleh maka sesungguhnya Dia memberi ampun kepada orang-orang yang bertaubat.
Dan berikanlah kepada kerabat-kerabat dekat akan haknya dan kepada orang-orang miskin dan kepada orang-orang yang dalam perjalanan (anak-anak jalan) dan janganlah menghamburkan harta sehambur-hamburnya. Sesungguhnya penghambur harta itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu kepada Tuhannya adalah sangat ingkar.
Dan jika kamu berpaling dari mereka [belum sanggup memberikan hak kedua orang tuamu-ket] untuk mencapai rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka perkataan yang halus. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu menyatu kepada lehermu karena itu membuatmu tercela dan janganlah kamu mengulurkannya terlalu lempang karena itu membuatmu menyesal.
Sesungguhnya Tuhanmu melempangkan rejeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia terhadap hamba-hambanya Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takutmu kepada kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rejeki kepada mereka dan kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.
Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya melainkan dengan suatu alasan yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik sehingga mereka dewasa. Dan tepatilah janji. Sesungguhnya janji pasti dimintai pertanggungjawabannya.
Dan sempurnakanlah timbangan apabila menimbang dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama dan lebih baik akibatnya [ta’wil, mungkin lebih tepat kalau makna sesungguhnya yang tersembunyi].
Dan janganlah kamu mengukuhi apa-apa yang tidak sampai kepadamu ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan dimintai pertanggunjawabannya.
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong. Sesungguhnya tidaklah kamu sekali-kali dapat menembus bumi dan tidaklah kamu sekali-kali sampai setinggi gunung.
Sesungguhnya kejahatan-kejahatan yang telah disebutkan itu di sisi Tuhanmu amat dibenci. [QS 17. Al Israa’ 22-38]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *