CInta & Benci 1

0 Comments

Putus
surya tenggelam di cakrawalabulan bersinar pualam
laksana dewi suci putih perak
awan tipis menepi langit memekat
nyanyian burung malam sunyi
daun daun di dahan merunduk
di dalam kolam yang tengah diam
seluruhnya bertemu dengan tenang
aku duduk di tepinya
menatap ke dalam air beningnya
berbagi kesunyian yang memabukkan
kodok sawah dan belalang sembah
menyanyikan kidung rindu
bulir bulir padi merunduk terbawa haru
angin malam mengulurkan lengannya

bulan malam meredup
nyanyi sunyi menjauh
air kolam bening gelap
lalu aku terkurung dalam sunyi pekat
seperti datang dalam kesendirian
aku pergi dalam kesendirian

lalu segala menjadi satu, aku
karena tiada engkau hanya aku
yang satu
bulan redup air gelap sunyi pekat dan aku
telah kembali kepada yang sesungguhnya


Putus 2
Telah berapa lama kita di sini
Melawati tahun-tahun bersama
Aku tak bisa ingat lagi
Sudah terlalu tua
Tinggal sepenggal dapat kukerjakan istirah dengan tenang
Menghibahkan waktu bagi allah
Tak dapat kukenalkan lagi pikiranku
Aku sudah memutuskan jalan
Tinggal memilih menerjemahkannya
Tapi aku tidak harus berhenti
Dan duduk begitu saja
Harus ada yang kugerakkan
Membentuk sedekap dan sujud
Dalam pendirian yang tenang
Meluruh ke dalam jiwa sedalamnya
Membebaskan pikiran dari kesembarangan
Ada banyak tempat di sana
Membuatku tetap sanggup bertahan
Dan engkau tinggal membiarkanku begini
Sampai datang waktu menguburku


Hidup Baru

sesungguhnyakala sentuh sapamu menghalusi nada jiwaku
pudarlah duka yang meranai laguku
pendarlah lalu pendarlah lagi cahaya sukma
yakinkan lagi jalanku menempuh lajunya
sedih dan susah sudah lalu

sesungguhnya
hadirmu lagi disisi batinku
menghindari haru yang hampir bersemi
mengurung hari yang sepi
harapan baru segera menjadi sekutu
putus asa telah berguguran engkau sapu

dapatkah aku selalu setiap waktu
menjagamu dalam diriku serupa hidupku
bersetia dalam percayamu

sesungguhnya
engkaulah api engkaulah anginku
engkau tuangkan cinta ke dalam tungku jiwaku
engkau panaskan bara penghidupnya
engkau hembuskan nafas separuh jiwa
sesungguhnya
akulah mata akulah airmu
biar aku sejukkan kegelisahanmu
dan aku bukakan mata air kecemerlangan


Teman Main
Tiada lagi rahasiaAtau kesedihan yang menyesakkan
Tak lagi samar apa yang engkau katakan aku dengar
Tak lagi samar apa yang aku katakan engkau dengar
Apa yang engkau dengar akan sampai ke telingaku
Apa yang aku dengar akan sampai ke telingamu


Bahagia
Seperti kesedihan yang terhapuskanDan kemarahan yang tertunda
Api menjadi air
Dan gunung yang sombong menjadi dataran hijau


Puja
aku kabarkan kekuatan kepadamu
karena dayanya dapat menjaga
hidupmu yang terjepit di belantara percepatan jaman
di ujung belantara ini terbentang taman seluas-luasnya
tempat kita dapat bernaung dengan sejuknya
menafikan kelelahan yang menyesak


Budak Cinta
Bayangmu selalu menyelubungi akalku
Meski jarak telah menjauhkanmu dariku
Cinta itu begitu dalam menghasut kesadaranku
Serupa kabut menyelusup dedaunan rendah
Kadang kala aku tertusuk dalam sayat pilu
Mencari alasan untuk menghapus hasutmu

Sesaat kelegaan itu datang dengan kepergianmu
Lalu aku seperti budak merdeka
Menegakkan kepala di hadapan dunia
Menelusuri jalan-jalannya dengan leluasa

Begitu sepi menemukan pintunya ke akalku
Engkau kembali menyelubungiku pekat
Aku kembali menjadi budak gila
Bagaimana dapat kuakhiri
Siksa yang menghanyutkan ini


Cinta Baru
Serupa arca di tengah candi
Aku tersihir membatu
Cahaya dari mata beningmu
Memantraiku tiada terhindarkan lagi
Segala yang telah lalu menjadi debu kenangan
Terhapus sihir waktumu

Segeralah berlalu dari menatapku
Bawalah pergi mantra bening matamu
Biarkan kesadaran kembali menghidupkanku
Dan duniaku kembali baik-baik saja


Malam Sesa
t
Malam telah pekat
Seluruh waktuku menggumpal padat
Masih rapat merasukku angan yang sesat
Memujamu dahulu dari pada Allah
Sehingga tiada lagi dapat aku khusuk shalat
Kecuali membayangkanmu penuh hasrat
Tiada lagi munajatku kecuali berharap-harap tentangmu

Aku telah terjerat dalam pekat malam-malam sesat
Setiap kuingin dekat kepada Allah Yang Maha Dekat
Engkaulah terlebih dahulu merapat dekat urat
Lalu namamu yang tersirat sejak mula mengucap niat
Ohh?. sudahkah aku begini rupa tersesat

Wahai.? engkau yang terus merasuki jiwaku setiap shalat
Cabutlah sejenak mantra-mantra pemikat
Lepaskanlah aku dari jaring-jaring penjerat
Biar malam dekat tidak jadi sesat

Tidakkah kembali engkau ingat
Dahulu ketika aku dan engkau mengikrarkan sepakat
Akan engkau bukakan untuk jiwaku mata air kecemerlangan
Menjernihkan gelisahku dari kabut kesumat
Mengapa yang menderas jiwaku mantra-mantra pemikat
Menyeretku semakin tersesat
Ohh?.sesungguhnya akukah atau engkau yang semakin tersesat


Benci
Engkau
Seperti langit runtuh di depan beranda
Duri dalam jantung
Menusukkan sekarat tanpa maut
Jiwa terbawa tubuh tersiksa
Yang tersisa tinggal dendam
Kesumat yang membakar lumat

Tidakkah engkau mengerti
Kalau bukan karena kasih sayang kehidupan
Sudah aku musnahkan engkau berpunah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *