Empat Catatan

0 Comments

Satu,

Kemarin anggi mengeluh tentang pekerjaan di kantor. Katanya apa yang dikatakan manajemen tidak seperti y ang dijanjikan pada saat wawancara pertama dahulu. Berbeda dari yang dijanjikan bahwa proses selama bulan bulan pertama memang tidak seperti harapan anggi. Bahwa setelah empat bulan akan ada penetapan yang serius mengenai masa depan karyawan. Kemarin berubah menjadi janji baru bahwa akan ada perbaikan jika pelanggan sudah mulai berjalan.

Anggi mengeluh tentang proses kerja yang tidak jelas yang tidak teratur dan berbagai pekerjaan yang tidak pada tempatnya dikerjakan olehnya, tentang hubungan yang tidak nyaman antara sebagian teman-teman dan sebagainya suasana kerja lain.

Anggi minta pertimbangan bagaimana kalau ia pindah kerja di satelindo semarang yang sudah menjanjikan baginya tempat yang layak dan penghargaan serta jaminan masa depan yang jelas.

Aku tidak bisa menjawab lain kecuali bahwa kerja itu adalah bagaimana hati dan pikiran mau menerimanya. Kalau hati dan pikiran sudah tidak sesuai dengan yang dikerjakan ya pindah saja, toh jaminan di satelindo sudah jelas. Mana yang lebih sesuai sajalah dengan apa yang menjadi keinginan hati dan pikiran mbak anggi. Yang penting bahwa di satelindo sudah ada proses yang pasti mengenai posisi dan kondisi kerja yang harus dijalankan.

Sebagai perusahaan satelindo sudah jelas mapan karena sudah stabil berbeda dengan jogja medianet memang masih dalam tahap pengembangan awal jadi harus disadari bahwa kondisinya memang seperti ini.

Pesan yang sebenarnya ingin aku sampaikan kepadanya bahwa mbak anggi tidak sesuai untuk bekerja pada situasi yang sedang berubah. Ia bisa bekerja pada situasi yang sudah stabil dan mapan sudah jelas job-job yang harus dikerjakan. Penilaian tidak langsungku ini memang melihat bahwa jogja medianet sendiri berat kalau memiliki orang seperti mbak anggi yang tidak mampu beradaptasi secara cepat dan berubah serta sarat dengan beban yang harus ditanggung secara terus menerus.

Dua,

Aku pengin membuat film. Itu yang aku katakan kepada Endah. Ia hanya ketawa dan mengatakan bahwa aku hanya bercanda dan tidak serius benar. Lulu juga ketawa-ketawa saja mendengarnya.

Apakah aku memang pengin membuat film?…YA. aku memang pengin membuat film. Dan aku serius untuk membuat film itu bareng pak novel. Mudah-mudahan jadi.

Ceritanya memang belum dipastikan, tetapi kira kira mengenai konflik batin yang menjadi drama terakhir seorang perempuan dalam mengakhiri hidupnya. Memories of life dari perempuan yang sedang menjalani saat-saat terakhir hidupnya sehingga keputusan bahwa ia mengakhiri hidupnya itu menutup film dengan kematiannya.

Aku pengin membuat film. Serius.

Tiga,

Aku mengunjungi anak-anak di Gejayan setelah lama tidak bermain ke sana. Kira-kira sebulan lebih. Ada ponakannya Lulu yang sedang bermain di sana. Namanya Icha. Anaknya lucu banget. dan cerdas. Tatapan matanya yang jernih mantap menatapku bertanya. Ia mengenalkan dirinya “Icha”. Nama lengkapnya Khaoirunnisa …. Dipanggil Icha. Dengan gaya yang sama dikenalkannya juga satu abang dan satu adiknya. Lucu. Barangkali setiap anak kecil memang menimbulkan kesan lucu dan tanpa dosa.

Selama setengah jam lebih Icha bermain-main bercanda dengan kupu-kupu yang terbang dalam rumah. Setiap hinggap, digoyangnya hingga terbang lagi. Setiap hampir kupu itu singgah dibajunya atau lewat didekatnya berteriak ia tertawa-tawa riang. Takut gembira berbaur.

Pertama tidak berani ia menyentuh atau dekat dengan kupunya. Lama-lama timbul keberanian untuk menyentuhnya. Bukan lagi dengan menggoyang tempat hinggap kupu itu, malah ia sentuhkan telunjuk kepada sayapnya. Tertawa senang ia gembira menikmati sesana yang tidak seperti diduga. Kupu-kupu itu tidak menyakitkan tidak menakutkan. Sesuatu yang lucu saja. Sesuatu yang baru saja. Yang bisa diajak bermain.

Anak kecil yang lucu dan berani.

Ia belajar mengaji dengan iqro’. Sudah lancar pula. Dibacanya tiga-tiga huruf. Bahkan yang dikelompokkan empat-empat dibacanya tiga-tiga, sehingga agak terkacau ia kalau membaca sisa yang dua di akhir. Barangkali kita yang keliru membuat buku iqro’nya sehingga tidak sesuai dengan pola pikir anak-anak dalam hal irama gugus kelompok.

Rupanya kidal, icha. Pantas saja ketika aku perhatikan bermain-main dengan kupu, tangan kiri selalu yang aktif darinya. Tangan kanan lebih banyak diamnya. Apa yang ditangkap oleh tangan kidal rupanya mencerminkan pemahaman dengan sudut pandang kidal juga. Jadi ketika melihat pola keberaturan tangan kanan, cermin total ketika dilakukan dengan tangan kiri benar-benar diadaptasi olehnya. Maka ketika menulis dengan huruf A, pola membuat huruf tersebut juga mengikuti sebagaimana tangan kanan membuatnya. Dari arah atas ke bawah, dari dalam ke luar. Huruf-huruf simetris dapatlah menemukan kesamaan bentuk jadinya. Tetapi huruf-huruf asimetris akan menjadi bentuk cerminannya. Seperti huruf B, C, D dst menjadi B dengan lengkung menghadap ke belakang. Cermin total. Cermin total Icha barangkali dua jadinya. Satu adalah kecerdasan yang lebih. Yang kedua adalah perasaan yang amat peka.

Anak-anak belajar dari melihat. Apakah yang harus dimarahkan dari anak-anak yang belajar? Tidak ada, kecuali bahwa guru-guru kadang tidak belajar dan tidak menyadari keadaan alam yang berlangsung.

Jadi, anak-anak, merdekalah. Dan lakukan saja apa yang engkau inginkan. Tanpa rasa takut.

Daaaaa….., Icha, selamat tinggal, sampai ketemu lagi, ya. Om mau pulang.

Empat,

Tentang perasaan.

Aku menangis. Dan merasa berdosa kepada Allah. Kerana menolak cinta. Menolak memiliki rasa cinta kasih yang agung kepada sesama manusia. Aku merasa amat berdosa. Dan aku menangis.

Mengapa harus aku tolakkan cinta dan kasih yang tulus kepada manusia lain. Sesuatu tindakan yang tidak perlu. Gantilah aku menjadi bersyukur akan karunia yang besar ini. Aku memiliki cinta dan kasih yang tulus. Kepada banyak orang dan kepada seorang yang istimewa. Seorang yang tidak perlu aku sebutkan di sini. Belum waktunya. Akan tiba waktunya nanti untuk hal yang demikian khusus ini. Aku hanya menyimpannya dan tulus. Biarlah aku resapi dan dalami kasih yang luas ini dan aku menyelam di dalamnya dengan seluruh jiwa yang pasrah kepada Allah Tuhanku. Segala puji kepadaMu ya Allah yang telah menganugerahkan cinta yang besar dan keistimewaan ini. Aku akan memeliharanya dan bukannya menolaknya. Aku pasrahkan kepadaMu.

Bimbinglah aku dan bimbinglah dia. Jagalah aku dan jagalah dia. Aku serahkan diriku dan dirinya. Hanya Engkaulah yang Maha Tahu segala. Biarkanlah ini menjadi rahasia sampai tiba waktunya.

Aku platonis….??? Ya. Barangkali juga. Seperti temanku suatu ketika pernah mengiyakan demikian.

Lima,

Tidak ada. Karena ini juga bukan pancasila.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *