Sehari penuh pembacaan hasil putusan mahkamah agung RI tentang kasasi Akbar Tanjung.
Keputusannya adalah membebaskan akbar tanjung secara penuh dan merehabilitasi nama baiknya.
Putusan itu menggembirakan bagi Akbar dan pendukungnya. Sebaliknya merupakan kesedihan bagi penentangnya.
Hakim PN JAKPUS Amirudin Zakaria mengundurkan diri dari dunia peradilan karena merasa dikhianati oleh MA. Merasa dilecehkan dan tidak dihargai kedudukannya sebagai hakim. Saat ini dia menjadi hakim tinggi di pengadilan tinggi kendari. Lalu Jaksa Penuntut Umum Fahmi juga merasa kecewa atas putusan MA tersebut.
Mari kita mengurai satu persatu perkaranya.
Dalam kerangka peradilan, ada unsur-unsur yang harus hadir, dalam kedudukannya masing-masing. Ada perbuatan yang diperkarakan, ada hukum yang menjadi dasar untuk menuntut pelaku perbuatan, ada surat dakwaan yang meyatakan tuntutan hukum yang pasti, ada bukti-bukti dan saksi yang cukup, ada penuntut, penyidik, dan hakim. Tentu saja terdakwa dan pembela menjadi unsur kunci.
Dan ada pengadilan yang diselenggarakan untuk mempertemukan semua unsur itu dalam satu ruang. Di dalam pengadilan akan dapat dilihat dengan seterang-terangnya dimana letak ketidakbenaran terjadi, muncul. Bisa saja hakimnya keliru, atau jaksanya, atau penyidik, atau hukum yang diterapkan, atau bukti dan saksi yang tidak mendukung, atau juga karena pelaku yang sebenarnya tidak bersalah, ketika pada akhirnya pengadilan memutuskan pelaku bebas dari dakwaan.
Keadaan-keadaan yang demikian itulah yang seharusnya menjadi pijakan bagi mahasiswa dan siapa saja masyarakat terutama sebagian dari mereka yang memiliki profesi adlam bidang hukum untuk memilah dengan serius perjalanan kasus hukum Akbar Tanjung.
Mestinya kalau boleh jujur, maka yang paling bertanggungjawab atas hasil putusan pengadilan kasus hukum Akbar Tanjung adalah ICW, YLBHI, PBHI, PW dan beberapa LSM sejenis yang menggemborkan diri sebagai lembaga pengawas dan pemantau hukum di tingkat nasional.
Sementara rakyat kebanyakan tentu tidak memiliki akses yang memadai dalam pengurusan perkara yang besar tersebut. Saya kira orang-orang itu juga mengalami semacam kekagetan yang tidak terbendung ketika hasil dari sidang ma memutuskan Akbar Tanjung bebas.
Artinya kita bisa simpulkan bahwa selama ini mereka teledor dalam mengawasi jalannya hukum negeri ini. Apalagi seperti ICW dikomandani Teten Masduki saya kira tidak bekerja dengan maksimal. Patut dicurigai mereka telah dengan sengaja tidak memberikan perhatian yang sepenuh hati dan koreksi yang memadai kepada jalannya proses peradilan Akbar.
Demikian juga dengan jaksa penuntut bisa disebut sebagai kurang cermat dalam membuat berkas tuntutan. Terlalu banyak celah yang dapat dimasuki untuk menjadikan akbar bebas dari tuntutan hukum tersebut. Sangat disayangkan bahwa banyak dari bagian tertentu yang penting untuk memperkuat tuntutan sengaja atau diskenario agar tidak digunakan sebagai barang bukti atau diselidiki secara lebih jauh.
Siapa yang menikmati keuntungan dari proses semua itu?
Nampaknya semua pihak kecuali rakyat kebanyakan., rakyat kecil.
Apakah suara Golkar akan naik atau akan turun? Saya kira sama saja. Naiknya suara Golkar lebih pad hal-hal yang terjadi sebelum ini. Peminat Golkar akan semakin yakin saja dengan pilihannya. Akbar semakin leluasa untuk maju dalam konvensi Golkar.
Setelah semua ini terjadi maka makin jelaslah maksud daripada keputusan rapat pimpinan Golkar untuk mengundurkan waktu final konvensi penetapan capres golkar yang semula sebelum pemilu menjadi setelah pemilu DPR.
Faka-faktanya menjadi masuk akal. Dan keseluruhannya mendapatkan penjelasan yang masuk akal. Tentang apa yang terjadi dan bagaimana semua itu saling berkaitan.
Dan itu semua boleh jadi akan menunjukan betapa negeri ini memang dikendalikan oleh sekelompok orang yang sangat lihai mengendalikan diri dan megnendalikan orang-orang yang diinginkannya untuk melakukan hal-hal yang menguntungkan mereka.
Mereka itu memiliki modal yang kuat, yaitu uang, kekuasaan dan hasrat, ditambah lagi kecerdasan.
14 February, 2004
0 Comments